Mengintegrasikan Deep Learning ke dalam Metode TGT

Dalam beberapa tahun terakhir, arah pendidikan di Indonesia mengalami perubahan signifikan. Kita tak lagi hanya bicara soal mengajar dan mendengar, tetapi juga soal menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, interaktif, dan bermakna. Salah satu konsep penting yang mendorong perubahan ini adalah konstruktivisme, yaitu gagasan bahwa peserta didik membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman belajar yang aktif.

Paradigma ini sangat selaras dengan prinsip Merdeka Belajar, yang menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran (student-centered). Dalam paradigma ini, guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, melainkan menjadi fasilitator yang membimbing siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif.

Salah satu pendekatan yang efektif untuk menerapkan konstruktivisme dalam kelas adalah model pembelajaran kooperatif, dan salah satu bentuknya yang sangat menarik adalah Teams Games Tournament (TGT). Namun, lebih dari sekadar permainan kelompok, TGT sebenarnya bisa menjadi pintu masuk menuju praktik deep learning di kelas.

Lalu, apa itu TGT dan bagaimana keterkaitannya dengan deep learning? Mari kita bahas satu per satu.

Mengenal Metode Teams Games Tournament (TGT)

Bagi Bapak/Ibu guru yang pernah membagi peserta didik ke dalam kelompok, memberikan mereka tugas kelompok, dan menyelenggarakan lomba antar tim, berarti secara tidak langsung sudah pernah menerapkan metode TGT.

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh David DeVries dan Robert Slavin pada tahun 1970-an. Inti dari metode TGT adalah menjadikan pembelajaran sebagai aktivitas yang kolaboratif, kompetitif secara sehat, dan menyenangkan.

TGT memiliki lima komponen utama:

  1. Presentasi kelas – Guru menyampaikan materi secara umum kepada seluruh siswa.

  2. Pembentukan tim – Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang heterogen.

  3. Permainan akademik – Kelompok menjawab soal atau kuis dalam bentuk permainan.

  4. Turnamen – Siswa mewakili timnya dalam kompetisi yang dirancang pendidik.

  5. Penghargaan kelompok – Tim dengan skor tertinggi mendapatkan apresiasi.

Metode ini secara tidak langsung mengubah kelas menjadi ruang eksplorasi, di mana siswa tidak hanya belajar, tetapi juga bermain, berinteraksi, dan berkompetisi.

Namun, TGT bukan sekadar permainan biasa. Jika dijalankan dengan tepat, metode ini dapat menjadi dasar penerapan deep learning atau pembelajaran mendalam dalam kelas.

Deep Learning: Membawa Pembelajaran ke Level yang Lebih Dalam

Dalam konteks pendidikan, deep learning bukan sekadar istilah teknologi atau kecerdasan buatan. Di ranah pedagogis, deep learning mengacu pada proses belajar yang menekankan pemahaman konsep secara mendalam, bukan hafalan dangkal.

Pembelajaran mendalam memungkinkan peserta didik:

  • Menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman sebelumnya.

  • Memahami mengapa dan bagaimana, bukan hanya apa.

  • Menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan gagasan baru.

  • Memiliki motivasi intrinsik untuk belajar.

Ketika pembelajaran hanya berfokus pada hafalan atau jawaban benar-salah, siswa mungkin cepat lupa setelah ujian. Namun, ketika siswa diajak untuk berdiskusi, memecahkan masalah, dan menyampaikan ide dalam kelompok, mereka akan mengembangkan pemahaman yang lebih tahan lama.

Di sinilah letak kaitannya antara metode TGT dan pembelajaran mendalam.

Mengintegrasikan Deep Learning ke dalam Metode TGT

TGT menyediakan kerangka yang sangat mendukung proses deep learning. Berikut penjelasannya:

1. Presentasi Kelas = Aktivasi Skemata

Tahapan awal ini menjadi kesempatan bagi guru untuk membangun schema awal siswa—struktur pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik. Dengan teknik bertanya, analogi, atau pemetaan konsep, guru bisa membantu siswa mempersiapkan kerangka pikir sebelum materi utama disampaikan.

Inilah awal dari mindful learning, salah satu pilar pembelajaran mendalam, di mana siswa benar-benar menyadari apa yang sedang mereka pelajari dan mengapa itu penting.

2. Tim = Kolaborasi dan Empati

Kerja kelompok dalam TGT mendorong peserta didik untuk saling berbagi ide, bertanya, dan menjelaskan konsep satu sama lain. Aktivitas ini memperkuat pemahaman karena mereka harus mengartikulasikan ide dalam bahasa mereka sendiri. Proses ini dikenal dengan istilah elaborasi, yang sangat penting dalam deep learning.

Selain itu, interaksi sosial dalam kelompok juga menumbuhkan nilai-nilai empati, kerja sama, dan kemampuan komunikasi—semua aspek penting dalam perkembangan kognitif dan sosial.

3. Permainan = Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan

Permainan akademik dalam TGT bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk evaluasi formatif yang menyenangkan. Saat siswa menjawab pertanyaan atau menyelesaikan tantangan dengan suasana kompetitif, otak mereka terlibat lebih aktif dan emosi positif pun ikut mendukung proses belajar.

Menurut riset neuroedukasi, emosi positif dapat memperkuat koneksi neural, yang berarti materi ajar lebih mudah diingat dan dipahami.

4. Turnamen = Refleksi dan Transfer Pengetahuan

Tahapan ini memungkinkan siswa menguji pemahamannya dalam konteks yang lebih nyata. Mereka harus berpikir cepat, merefleksikan materi yang sudah dipelajari, dan menyusun strategi dalam kelompok.

Aktivitas seperti ini merangsang proses metakognisi—kemampuan untuk berpikir tentang cara berpikir mereka sendiri. Ini adalah ciri khas dari pembelajaran mendalam.

5. Penghargaan = Penguatan Positif dan Motivasi Diri

Memberikan penghargaan bukan hanya soal nilai atau hadiah. Lebih dari itu, ini adalah cara untuk mengakui usaha siswa dan memperkuat motivasi intrinsik mereka. Ketika siswa merasa dihargai karena kerja sama dan pemahamannya, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar secara mandiri di masa depan.

Tantangan dan Strategi Penerapan

Meski TGT dan deep learning terdengar ideal, bukan berarti implementasinya tanpa tantangan. Beberapa hal yang mungkin dihadapi Bapak/Ibu guru di lapangan antara lain:

  • Perbedaan kesiapan siswa dalam kelompok.

  • Keterbatasan waktu untuk menyelenggarakan semua tahapan.

  • Akses terbatas ke teknologi pendukung game seperti Quizizz atau Kahoot.

Namun, tantangan ini bisa diatasi dengan strategi berikut:

  • Lakukan pelatihan kecil bagi siswa tentang cara kerja TGT sebelum mulai.

  • Mulai dengan skala kecil, misalnya hanya 2–3 kelompok dulu.

  • Gunakan media sederhana seperti kartu soal manual jika teknologi terbatas.

  • Fokus pada kualitas interaksi, bukan hanya jumlah soal atau skor.

Kolaborasi dan Pemahaman, Bukan Sekadar Nilai

Bapak/Ibu guru yang terhormat, perubahan pendidikan bukan hanya soal kurikulum, tetapi juga soal cara pandang kita terhadap proses belajar. Dengan menerapkan metode TGT yang dikaitkan dengan prinsip-prinsip deep learning, kita sedang mengarahkan peserta didik pada proses belajar yang lebih bermakna, mendalam, dan menyenangkan.

Tidak hanya mereka belajar menjawab soal, tetapi juga memahami konsep, bekerja sama, dan menghargai satu sama lain. Inilah pendidikan sejati: menumbuhkan manusia yang berpikir, merasa, dan bertindak dengan kesadaran penuh.

Jadi, mari kita jadikan kelas sebagai ruang eksplorasi dan pengalaman. Dengan TGT dan pendekatan pembelajaran mendalam, pembelajaran bisa lebih dari sekadar kegiatan rutin—ia bisa menjadi proses perubahan yang nyata.

Comments

Popular Posts