3 Elemen Utama dalam Deep Learning untuk Siswa

Di era yang makin cepat berubah ini, pendidikan juga harus ikut bergerak. Gak bisa lagi kita mengandalkan metode “buku-dibaca-guru-menerangkan-siswa-mencatat” sebagai satu-satunya cara belajar di kelas. Apalagi kalau sasarannya anak-anak SD, yang sekarang tumbuh di dunia serba digital, cepat, dan penuh distraksi. Nah, salah satu pendekatan yang makin sering dibicarakan dalam dunia pendidikan adalah Deep Learning alias pembelajaran mendalam.

Tapi tenang, ini bukan tentang kecerdasan buatan kayak yang sering kamu dengar di dunia teknologi. Di konteks pendidikan, Deep Learning itu soal bagaimana siswa bisa benar-benar paham, sadar, dan semangat dalam proses belajarnya. Gak cuma sekadar tahu atau bisa, tapi juga ngerti kenapa, untuk apa, dan gimana caranya berkembang terus.


Menurut Mendikdasmen Abdul Mu’ti, ada tiga elemen penting yang bikin Deep Learning bisa terjadi secara utuh:
  1. ๐Ÿ‘‰ Meaningful Learning
  2. ๐Ÿ‘‰ Mindful Learning
  3. ๐Ÿ‘‰ Joyful Learning

Buat kamu yang sedang meniti jalan jadi guru—atau kamu yang udah jadi guru muda—tiga hal ini bisa jadi fondasi buat membangun pembelajaran yang keren dan relevan buat anak-anak. Yuk, kita bahas satu per satu dengan gaya yang lebih santai tapi tetap serius!

1. Meaningful Learning: Belajar yang Nempel di Kepala dan Hati

Kita mulai dari Meaningful Learning. Secara sederhana, ini adalah proses belajar yang bermakna. Jadi, bukan belajar yang cuma hafal rumus atau definisi, tapi belajar yang bisa dihubungkan dengan kehidupan nyata dan bikin anak berpikir, “Oh, jadi ini tuh pentingnya!”

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh David Ausubel, yang bilang kalau konsep baru itu akan lebih mudah dipahami kalau kita bisa mengaitkannya dengan pengetahuan yang udah dimiliki siswa sebelumnya. Bahasa gampangnya: build on what they know.

Contohnya gini:
Kamu mau ngajarin penjumlahan pecahan.
Kalau langsung bilang “⅕ + ⅖ = ⅗”, banyak anak bakal bengong. Tapi kalau dibuka dengan hal yang konkret:

  • 1 ayam + 2 ayam = 3 ayam
  • 1 bola + 2 bola = 3 bola
    Baru dilanjut ke:
  • 1 perlima + 2 perlima = 3 perlima

Mereka jadi bisa ngelihat pola dan makna. Pembelajaran jadi lebih “masuk” karena anak bisa menghubungkan konsep dengan hal-hal yang udah familiar. Itulah yang bikin pembelajaran terasa bermakna dan gak garing.

Di titik ini, peran guru adalah sebagai jembatan antara dunia abstrak pelajaran dan realitas siswa. Karena makin dekat materi dengan kehidupan mereka, makin kuat rasa ingin tahu dan pemahaman mereka.

2. Mindful Learning: Belajar dengan Sadar dan Penuh Arah

Elemen kedua: Mindful Learning. Ini adalah pembelajaran yang dijalani dengan kesadaran penuh. Anak tahu apa yang sedang dia pelajari, mengapa penting, dan bagaimana cara dia bisa berkembang dari situ.

Nah, istilah kerennya dalam dunia pendidikan adalah metakognisi. Alias kemampuan buat berpikir tentang proses berpikir sendiri. Gak cuma tahu jawaban, tapi juga tahu cara sampai ke jawaban dan ngerti kenapa itu penting.

Masalahnya, buat anak-anak SD, kesadaran ini gak tumbuh begitu aja. Di sinilah peran guru jadi penting banget untuk:

  • Mengarahkan mereka buat sadar apa yang udah mereka kuasai dan belum.
  • Bantu mereka nyusun target belajar.
  • Ajak mereka merefleksikan apa yang udah mereka pelajari.

Contohnya, kamu bisa minta siswa untuk menuliskan refleksi pendek di akhir pelajaran:
“Hal yang saya pelajari hari ini adalah…”
“Saya merasa sudah paham tentang…”
“Saya masih ingin tahu lebih banyak soal…”

Kegiatan ini simple, tapi powerful banget. Dengan begitu, siswa jadi lebih aktif mengelola proses belajar mereka sendiri. Mereka gak cuma pasif menunggu instruksi, tapi punya kontrol atas perkembangan diri.

Sebagai guru, kamu juga jadi lebih mudah membaca kebutuhan siswa. Pembelajaran pun jadi lebih personal dan kontekstual. Win-win banget, kan?

3. Joyful Learning: Bikin Kelas Jadi Tempat Favorit Anak

Sekarang kita masuk ke elemen yang paling relatable buat generasi sekarang: Joyful Learning. Siapa sih yang gak pengen belajar dalam suasana yang fun, nyaman, dan penuh semangat?

Di masa kecil, anak-anak punya energi luar biasa. Mereka suka main, suka bergerak, dan gak bisa duduk diam lama-lama. Jadi, pembelajaran yang kaku dan monoton jelas bikin mereka gampang bosen. Padahal, kalau suasananya menyenangkan, mereka bisa fokus, aktif, dan bahkan minta tambah belajar!

Joyful Learning gak harus selalu pakai game online atau teknologi canggih, lho. Kadang, cukup dengan:

  • Membuat permainan edukatif sederhana
  • Mengajak anak berdiskusi secara kelompok
  • Membuat proyek kreatif atau eksperimen seru
  • Memberi pujian atas usaha mereka
  • Memutar lagu dan nyanyi bareng saat belajar bahasa

Intinya, buat kelas jadi tempat yang hangat dan suportif, bukan ruang interogasi. Ketika siswa merasa nyaman dan diterima, mereka jadi lebih berani berekspresi, bertanya, dan mencoba hal baru.

Dan kabar baiknya, kalau Joyful Learning ini kamu padukan dengan Meaningful dan Mindful Learning, kamu udah menciptakan ekosistem belajar yang ideal banget.

Kombinasi Tiga Elemen: Formula Pembelajar Sejati

Bayangkan kamu sedang mengajar pelajaran Sains. Kamu mulai dengan menunjukkan video singkat tentang metamorfosis kupu-kupu (joyful), lalu diskusi kecil tentang apa yang mereka tahu tentang serangga (meaningful), dan akhirnya minta mereka menulis satu hal baru yang mereka pelajari hari ini (mindful).

Gak butuh alat canggih. Tapi siswa bisa belajar banyak, merasa dihargai, dan mulai membangun pola pikir sebagai pembelajar sejati.

Inilah Deep Learning yang sebenarnya. Proses belajar bukan sekadar kegiatan searah dari guru ke siswa. Tapi proses hidup, dinamis, yang memberdayakan anak untuk tumbuh jadi manusia yang berpikir, sadar, dan punya semangat belajar seumur hidup.

Penutup: Guru Masa Kini, Ayo Bergerak

Buat kamu yang sedang kuliah di pendidikan atau baru mulai ngajar, tiga elemen ini adalah bekal penting untuk mendidik anak-anak zaman sekarang. Mereka bukan hanya butuh tahu “apa”, tapi juga “kenapa” dan “bagaimana”.

Jadilah guru yang:

  • Bikin pelajaran terasa bermakna (Meaningful)
  • Membantu siswa mengenali dirinya sendiri (Mindful)
  • Membuat proses belajar jadi hal yang menyenangkan (Joyful)

Gak ada guru sempurna, tapi kita bisa terus tumbuh dan belajar. Mulailah dari satu pelajaran, satu aktivitas, atau satu kelas. Dari situ, kamu akan nemuin pola, nambah pengalaman, dan jadi guru yang lebih reflektif dari hari ke hari.

Karena pada akhirnya, pendidikan yang baik adalah yang membentuk anak menjadi pembelajar sejati. Dan guru yang baik adalah yang ikut belajar dan tumbuh bersama murid-muridnya.

LihatTutupKomentar