Memahami Kodrat Zaman dalam Pendidikan

Dalam dunia pendidikan yang terus bergerak dan berubah, memahami konsep kodrat zaman bukan hanya penting, tapi juga menjadi kunci untuk menuntun murid secara tepat di masa kini. Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara, kodrat zaman adalah bagian dari kodrat keadaan yang perlu diperhatikan pendidik dalam merancang pembelajaran. Kodrat zaman tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan kodrat alam. 


Jika kodrat alam berkaitan dengan tempat, lingkungan, dan kondisi geografis tempat murid tinggal, maka kodrat zaman berkaitan erat dengan waktu, perkembangan teknologi, budaya, dan irama kehidupan yang berubah-ubah.

Apa Itu Kodrat Zaman?

Kodrat zaman bisa kita maknai sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan manusia sesuai zamannya—termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam praktik pendidikan, kodrat zaman memberi sinyal kepada kita bahwa pembelajaran harus terus berkembang dan tidak boleh terjebak dalam pola lama yang tidak lagi relevan. Oleh karena itu, jika kita ingin mendidik anak-anak agar mampu hidup merdeka dan bertanggung jawab di zamannya, maka pendidikan harus bergerak mengikuti irama zaman.

Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa segala pembaruan dalam dunia pendidikan harus mempertimbangkan kodrat keadaan, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Artinya, dalam menyusun isi (apa yang diajarkan) dan irama (bagaimana cara mengajarkannya), kita harus sadar akan konteks waktu dan tempat kita berada.

Tantangan Pendidikan di Era Kodrat Zaman

Bapak dan Ibu Guru tentu menyadari, tantangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini sangat berbeda dibandingkan beberapa dekade lalu. Di zaman serba digital ini, murid-murid kita hidup di tengah derasnya arus informasi. Mereka lahir di tengah media sosial, perangkat canggih, dan teknologi yang serba cepat. Anak-anak sekarang lebih visual, lebih terbuka, dan lebih kritis. Maka, pendidikan yang hanya berorientasi pada hafalan atau penguasaan materi tanpa makna tidak lagi relevan.

Kodrat zaman mendorong kita untuk mengembangkan pembelajaran yang adaptif, kontekstual, dan bermakna.

Pendidikan tidak boleh hanya mempersiapkan murid menghadapi ujian, tetapi juga mempersiapkan mereka menghadapi kehidupan nyata. Maka dari itu, kita perlu menyesuaikan cara mengajar dengan kebutuhan dan karakter zaman ini.

Asas Trikon Sebagai Jawaban

Ki Hajar Dewantara memberikan landasan penting melalui asas Trikon, yang terdiri dari tiga prinsip utama: kontinuitas (continue), konvergensi (convergent), dan konsentrisitas (concentric).

  1. Continue (Berkesinambungan)
    Pendidikan seharusnya tidak memutus kesinambungan sejarah dan nilai budaya kita. Apa yang diwariskan oleh nenek moyang berupa nilai-nilai, etika, dan kearifan lokal harus terus hidup, namun disampaikan dengan pendekatan baru yang lebih relevan dengan masa kini.

  2. Convergent (Terbuka terhadap Dunia Luar)
    Pendidikan harus terbuka terhadap praktik baik dari luar. Artinya, kita boleh dan bahkan dianjurkan untuk mengambil teknologi, metode, dan strategi pendidikan yang berkembang secara global—selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan kita sendiri.

  3. Concentric (Berpusat pada Kepribadian Bangsa Sendiri)
    Meski terbuka terhadap dunia luar, kita tetap harus berpijak pada jati diri bangsa. Budaya, nilai, dan karakter Indonesia menjadi pusat dalam menyusun strategi pendidikan. Kita tidak boleh kehilangan identitas dalam proses pembelajaran.

Dengan tiga asas ini, Ki Hajar memberikan kita pedoman agar tetap teguh di tengah perubahan, namun tetap bisa bergerak maju mengikuti zaman.

Keterampilan Abad ke-21 sebagai Cerminan Kodrat Zaman

Untuk menjawab tuntutan kodrat zaman, pendidikan abad ke-21 menekankan pada pengembangan keterampilan utama, yang dikenal sebagai 4C:

  • Critical Thinking (Berpikir Kritis)
    Murid dilatih untuk menganalisis informasi, mencari solusi, dan membuat keputusan secara mandiri.

  • Creativity (Kreativitas)
    Murid didorong untuk menciptakan ide baru, berpikir di luar kebiasaan, dan menghasilkan karya orisinal.

  • Communication (Komunikasi)
    Murid diajarkan untuk menyampaikan gagasan secara jelas, baik secara lisan maupun tulisan, serta mampu berdialog secara sehat.

  • Collaboration (Kolaborasi)
    Murid diajak untuk bekerja sama dalam tim, menghargai pendapat orang lain, dan mencapai tujuan bersama.

Contoh Praktik Pembelajaran Sesuai Kodrat Zaman

Bagaimana praktik pendidikan yang menyesuaikan dengan kodrat zaman? Berikut ini beberapa pendekatan yang bisa Ibu dan Bapak terapkan:

  1. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)
    Murid diberi kesempatan mengidentifikasi permasalahan di sekitar, lalu merancang solusi dalam bentuk proyek nyata. Misalnya, membuat kampanye kebersihan sekolah, mendaur ulang sampah, atau membuat taman obat keluarga.

  2. Refleksi dan Observasi Lingkungan Sekitar
    Guru membimbing murid untuk melakukan refleksi terhadap diri mereka sendiri. Apa potensi yang dimiliki? Apa yang mereka sukai? Kemudian, murid diajak mengamati masalah di sekolah atau lingkungan rumah. Dari sini, muncullah ide-ide kreatif untuk berkontribusi secara nyata.

  3. Pemanfaatan Teknologi
    Gunakan perangkat digital sebagai bagian dari proses belajar, bukan sebagai gangguan. Contohnya, murid dapat membuat video presentasi, melakukan riset daring, atau membuat blog sederhana untuk membagikan hasil proyek mereka.

  4. Pembelajaran Diferensiasi dan Interaktif
    Setiap murid unik. Maka, pembelajaran yang terlalu seragam tidak cocok dengan kodrat zaman. Guru perlu memberikan ruang bagi murid untuk memilih cara belajar yang paling sesuai dengan dirinya, seperti melalui diskusi, visual, eksperimen, atau praktik langsung.

Menyaring Pengaruh Zaman dengan Kearifan Lokal

Zaman memang terus berubah, tapi tidak semua hal dari zaman ini harus diterima begitu saja. Di sinilah pentingnya kearifan lokal sebagai filter. Bapak dan Ibu Guru perlu menjadi penuntun agar murid tidak kehilangan arah. Kita tidak boleh hanya mengikuti tren global secara mentah, melainkan menyaring dan menyesuaikannya dengan nilai-nilai budaya Indonesia yang luhur.

Contohnya, ketika mengajarkan etika berkomunikasi di media sosial, guru bisa mengaitkan dengan nilai sopan santun, gotong royong, dan empati yang menjadi ciri khas bangsa kita.

Menutup dengan Refleksi

Ibu dan Bapak Guru yang mulia, mari kita merenung:

  • Sudahkah cara kita mengajar sesuai dengan zaman yang sedang dijalani murid kita?

  • Apakah kita sudah memberi ruang pada mereka untuk berpikir, berkreasi, dan berkolaborasi?

  • Apakah kita sudah mengaitkan pembelajaran dengan realitas kehidupan mereka?

Pendidikan yang tidak menyesuaikan diri dengan kodrat zaman berisiko gagal menyiapkan murid menghadapi masa depan. Sebaliknya, pendidikan yang adaptif, reflektif, dan berakar pada nilai kebudayaan akan mampu membentuk generasi yang tangguh, bijak, dan siap menjadi bagian dari masyarakat global tanpa kehilangan identitas nasional.

LihatTutupKomentar